COACHING DALAM PEMBELAJARAN YANG BERPIHAK PADA MURID
A. Coaching
Coaching adalah sebuah proses
kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis,
dimana coach memfasilitasi, peningkatan atas performa kerja,
pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant,
1999). Coaching juga merupakan kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk
memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu
seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)
Dalam coaching, seorang
coach lebih bersifat membantu coachee untuk belajar daripada mengajarinya. Dialog
antara coach dan coachee diarahkan untuk membuat coachee kemudian mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri, menyusun sebuah rencana aksi dan berkomitmen
atau bertanggungjawab atas rencana aksinya.
Terdapat hubungan kemitraan antara coach dan coachee untuk memaksimalkan potensi pribadi dan professional yang dimiliki melalui proses stimulasi dan eksploitasi pemikiran dan proses kreatif. Menurut Pramudianto (2020) makna hubungan antara coach dan coachee adalah: hubungan kemitraan yang setara, hubungan yang memberdayakan, dan optimalisasi.
B. Peran Guru sebagai Coach
di Sekolah
Sebagai seorang guru, kita
yang sedang menuntun
tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya perlu
memiliki keterampilan coaching. Ini semua agar anak mencapai keselamatan dan
kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kemerdekaan namun
kita sebagai pendidik atau pamong memberi tuntunan dan memberdayakan potensi
yang ada agar
anak didik tidak
kehilangan arah dan membahayakan dirinya.
Proses coaching yang dilakukan
pendidik terhadap anak didik akan membuat anak didik menjadi lebih merdeka dalam
mengerksplorasi diri dan mengoptimalkan potensi mereka untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dengan demikian, melalui pendampingan coaching, seorang guru melakukan
hal yang tepat dalam membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam
belajar.
Dalam konteks pendidikan
menurut Ki Hadjar Dewantara, Tut Wuri Handayani menjadi sebuah kekuatan besar untuk
pendekatan coaching. Seorang murid dan guru secara emansipatif, dapat bertemu di
ruang-ruang perjumpaan yang penuh kasih sayang dan persaudaraan. Guru menempatkan
diri sebagai mitra bagi murid, memberikan apresiasi, mendengarkan murid,
mengenali kekuatan dirinya secara mendalam. Guru membangun rasa percaya dalam
kebebasan masing-masing dengan melakukan dialog yang memberdayakan melalui
pertanyaan-pertanyaan reflektif yang bisa menguatkan kekuatan kodrat murid.
C. Komunikasi
yang Memberdayakan
Untuk dapat melakukan coaching dengan baik, seorang pendidik perlu memiliki ketrampilan komunikasi yang baik pula. Komunikasi yang dilakukan diharapkan bisa membentuk relasi, menciptakan kenyamanan, dan menghasilkan kreativitas serta kemerdekaan. Itulah yang dimaksud dengan komunikasi yang memberdayakan. Empat unsur utama dalam komunikasi yang memberdayakan, diantaranya: (1) hubungan saling mempercayai, (2) menggunakan data yang benar, (3) bertujuan menuntun pihak untuk memaksimalkan potensi, (4) rencana tindak lanjut atau aksi. Sedangkan aspek komunikasi yang mendukung coaching adalah:
- Komunikasi asertif
- Pendengar aktif
- Bertanya efektif
- Umpan balik positif
Berkomunikasi secara asertif akan
membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena
ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak.
Kualitas hubungan yang diharapkan dibangun atas rasa hormat pada pemikiran dan
perasaan orang lain. Manakala rasa hormat akan pemikiran dan perasaan telah terbangun
akan timbul rasa percaya dan aman antara coach dan coachee. Dan hal ini akan
membuat coachee menjadi lebih terbuka. Keselarasan pun akan terbangun.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk
membangun keselarasan dalam melakukan coaching adalah menyamakan kata kunci,
menyemakan bahasa tubuh, dan menyelarasakan emosi.
Sementara untuk mendengarkan secara aktif
dalam komunikasi yang kita lakukan, kita bisa melakukan beberapa teknik,
diantaranya:
1.
Memberikan
perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan..
2. Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.
3. Menanggapi perasaan dengan tepat
4.
Parafrase
5.
Bertanya
Aspek berikutnya adalah bertanya efektif.
Dalam melaksanakan coaching, ketrampilan mengajukan pertnayaan menjadi penting.
Pertanyaan yang diajukan seorang coach seharusnya
menggugah coachee tidak sekedar berupa respon pendek atau respon ya dan
tidak, melainkan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan
hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau
nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk
membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.
Aspek terakhir adalah
umpan balik positif. Umpan balik positif bertujuan untuk membangun potensi yang
ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Bentuk umpan balik
dapat disampaikan dalam beberapa cara dengan aspek-aspek berikut (Pramudianto,
2015)
1. Langsung
diberikan saat komunikasi.
Contoh: “Wah bagus ucapanmu yang
baru saja kamu sampaikan.”
2. Spesifik –
fokus pada apa yang dikatakan
Contoh: “Hal ini sepertinya belum
diungkapkan sebelumnya. Ayo kita coba bicarakan hal ini lebih lagi. Ini dapat
menjadi alternatif lain untukmu.”
3. Faktor emosi –
mengikutsertakan emosi yang dirasakan
Contoh: “Ah.. saya ikut gembira
mendengar pencapaian mu dalam kerja kelompok kemarin.” “Situasimu terdengar
sulit. Mari perlahan kita bicarakan agar kamu bisa mendapatkan alternatif dari
situasi ini.”
4. Apresiasi –
menyertakan motivasi positif
Contoh: “Kamu bisa Nak. Kamu
pasti bisa menjalankan komitmenmu. Kamu sudah berjalan sejauh ini, dengan
perencanaan yang lebih baik, kamu dapat menyelesaikan tantangan ini.”
Demikianlah, coaching adalah sebuah
kegiatan komunikasi pemberdayaan (empowerment) yang bertujuan membantu
para coachee dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya
dalam mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar hidupnya menjadi
lebih efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci dari proses coaching sebab
pendekatan dan teknik yang dilakukan dalam coaching merupakan proses
mendorong dari belakang sehingga coachee dapat menemukan
jawaban dari apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto, 2015), bukan dengan
diarahkan atau digurui.
D. Coaching Model TIRTA
TIRTA merupakan coaching yang menerapkan GROW model, Goal, Reality, Options, dan Will. Grow berarti tujuan, dimana coach perlu mengetahui apa yang hendak dicapai coachee dalam sesi coaching. Reality berarti hal-hal nyata yang merupakan proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, options adalah pilihan dimana coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. Dan will adalah keinginan atau komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar dan diharapkan guru dalam melaksanakan tugasnya di sekolah bisa menerapkan coaching model TIRTA ini dengan komunitas praktisinya atau dengan muridnya. TIRTA adalah singkatan dari Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, dan Tanggungjawab.
1. Tujuan Umum
Biasanya ini ada dalam pikiran coach dan beberapa
dapat ditanyakan kepada coachee. Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang
(dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee adalah:
ü Apa rencana pertemuan ini?
ü Apa tujuannya?
ü Apakah tujuan dari pertemuan ini?
ü Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
ü Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?
Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.
2. Identifikasi
Beberapa
hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:
ü Kesempatan apa yang kamu miliki sekarang?
ü
Dari skala 1 hingga
10, dimana kamu sekarang dalam pencapaian tujuan kamu?
ü Apa kekuatan kamu dalam mencapai tujuan?
ü Peluang/kemungkinan apa yang bisa kamu ambil?
ü Apa hambatan atau gangguan yang dapat
menghalangi kamu dalam meraih tujuan?
ü Apa solusinya?
3. Rencana Aksi
ü
Apa rencana kamu dalam
mencapai tujuan?
ü
Adakah prioritas?
ü
Apa strategi untuk
itu?
ü
Bagaimana jangka
waktunya?
ü
Apa ukuran
keberhasilan rencana aksi kamu?
ü
Bagaimana cara kamu
mengantisipasi gangguan?
4. Tanggung Jawab
ü
Apa komitmen kamu
terhadap rencana aksi?
ü
Siapa dan apa yang
dapat membantu kamu dalam menjaga komitmen?
ü Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini
D. Coaching dan Pembelajaran yang Berpihak pada Murid
Pada modul sebelumnya,
telah dipelajari tentang pembelajaran yang berdiferensiasi dan memasukan kompetensi
sosial emotional di dalamnya. Dengan menerapkan pembelajaran yang
berdiferensias dan sosial emosional ditambah dengan model pendampingan coaching
ini, maka seorang pendidik akan bisa betul-betul mewujudkan pembelajaran yang
berpihak kepada murid. Hal ini dikarenakan dengan pembelajaran berdiferensiasi,
sosial emosional dan coaching, potensi anak didik akan bisa tergali sehingga
mereka bisa berkembang sesuai dengan kekuatan kodrat yang dimiliki yang setiap
anak tidaklah sama.
Salam Merdeka Belajar.
Referensi:
Modul 2.3. Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 4 Kabupaten Cilacap